Rabu, 20 Agustus 2014

BORNEOKU

Ini adalah tanah kelahiranku. Tempat yang orang kira tertinggal, tempat yang orang bilang hutan belantara, tempat yang orang bilang penuh dengan hal mistis. Bahkan banyak yang takut kalau aku bilang dari Kalimantan. Nggak kok, tempat kami juga sudah berkembang seperti tempat kalian. Tapi aku bangga kok, berarti Kalimantan terkenal dong. Yang kata kalian banyak hutannya, banyak hasil alamnya, dan masih asri. Emang ada benernya, tapi jangan juga yah dibilang kalau yang dari Kalimantan itu norang utan :D 

     

Aku tinggal di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Kapuas merupakan kabupaten pertama di Kal-Teng. Kabupaten Kapuas dengan ibukotanya Kuala Kapuas adalah satu satu kabupaten otonom eks daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan. Suku Dayak Ngaju merupakan penduduk asli Kabupaten Kapuas. Suku ini terdiri dari dua sup suku: Suku Oloh Kapuas – Kahayan dan Oloh Otdanum.

Menurut penuturan Pusaka “Tetek Tatum” nenek moyang suku Dayak Ngaju pada mulanya bermukim disekitar pegunungan Schwazener di sentra Kalimantan (Alang 1981). Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim menyebar di sepanjang tepi Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan.
Pada abad ke-16 dalam naskah Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga Empu Prapanca dari Majapahit pada tahun 1365 M, menyebutkan adanya pemukiman. Kemudian dalam naskah hikayat Banjar, berita Tionghoa pada masa Dinasti Ming (1368-1644) dan piagam-piagam perjanjian antara Sultan Banjarmasin dengan pemerintah Belanda pada babat ke-19 memuat berita adanya pemukiman sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan yang disebut pemukiman Lewu Juking = daratan yang menjorok ke laut. 

Lewu Juking merupakan sebuah pemukiman berumah panjang yang terletak di muara Sungai Kapuas Murung (bagian barat delta Pulau Petak yang bermuara ke Laut Jawa) sekitar 10 km dari arah pesisir laut Jawa yang dipimpin oleh kepala suku bernama Raden Labih. Penduduk Lewu Juking dan penduduk sekitarnya sering diserang oleh rombongan bajak laut. Para suku Dayak memiliki ilmu untuk merubah wujud menjadi "Kapang" yaitu hewan yang menggerogoti kayu kayu kapal para bajak laut itu. Walaupun beberapa kali rombongan bajak laut dapat dipukul mundur oleh penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kurang aman tinggal di daerah tersebut, sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat tinggal mencari tempat yang jauh lebih aman dari gangguan bajak laut.

Akibat perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung bermunculan pemukiman-pemukiman baru, seperti di tepi Sungai Kapuas Murung muncul pemukiman Palingkau yang dipimpin oleh Dambung Tuan, pemukiman Sungai Handiwung dipimpin oleh Dambung Dayu, pemukiman Sungai Apui (seberang Palingkau) dipimpin oleh Raden Labih yang kemudian digantikan oleh putranya Tamanggung Ambu. Sedangkan ditepi Sungai Kapuas terdapat pemukiman baru, seperti Sungai Basarang dipimpin oleh Panglima Tengko, Sungai Bapalas oleh Panglima Uyek dan Sungai Kanamit dipimpin oleh Petinggi sutil.

Penyebaran penduduk disepanjang tepian sungai tersebut tidak dapat diperkirakan ruang dan waktunya secara tepat. Kawasan ini pada bagian hilirnya masih merupakan rawa pasang surut yang tidak mungkin menghasilkan rempah-rempah sebagai komoditi perdagangan. Kawasan Kapuas-Kahayan bersama penduduknya masih terisolasi sekian lama dari hubungan dengan dunia luar.

Bulan Februari 1860, dalam rangka mengawasi lalu lintas perairan di kawasan Kapuas, pihak Belanda membangun sebuah Fort (benteng) di Ujung Murung dekat muara Sungai Kapuas, sekitar rumah jabatan Bupati Kapuas sekarang. Bersama dengan adanya benteng di tempat tersebut, lahirlah nama “Kuala Kapuas” yang diambil dari sebutan penduduk setempat, yang sedianya menyebutkan dalam Bahasa Dayak Ngaju “Tumbang Kapuas”. Seiring dengan itu ditempatkanlah seorang pejabat Belanda sebagai Gezaghebber (pemangku kuasa) yang dirangkap oleh komandan benteng yang bersangkutan, sehingga kawasan Kapuas-Kahayan tidak lagi berada dibawah pengawasan pemangku kuasa yang berkedudukan di Marabahan. Disamping itu ditunjuklah pejabat Temanggung Nicodemus Ambu sebagai kepala distrik (districtshoofd).
Sementara itu perkampungan diseberang, yakni di Kampung Hampatung yang menjadi tempat kediaman kepala distrik yang pada saat itu bertempat disekitar Sei Pasah. Konon katanya di tempat ini  mereka tinggal di sebuah rumah adat yaitu rumah Betang = rumah panjang yang ditempati oleh sekitar 100 kepala keluarga. Meskipun demikian mereka hidup rukun dan damai. Sehingga muncul selogan "Bulat Pakat Tuntang Kaadat". 

Sejak terbentuknya Terusan Anjir Serapat Tahun 1861, berangsur-angsur berubah dari pemukiman rumah adat betang menjadi perkampungan perumahan biasa. Selanjutnya bertambah lagi Stasi Zending di Barimba pada Tahun 1968, disusul munculnya perkampungan orang Cina diantara Kampung Hampatung dan Barimba, serta terbentuknya perkampungan dengan nama Kampung Mambulau disekitar Kampung Hampatung.

Dari berbagai peristiwa dan keterangan tersebut, akhirnya dijadikan sebagai acuan untuk Hari Jadi Kota Kuala Kapuas, yaitu dari bermulanya Betang Sei Pasah yang didirikan sebagai satu-satunya pemukiman adat yang tertua dilingkungan batas Kota Kuala Kapuas (yang masih utuh sewaktu permulaan pembangunan kota ketika Temanggung Nicodemus Jayanegara). Penyempurnaan buku sejarah Kabupaten Kapuas pada tanggal 1-2 Desember 1981 di Kuala Kapuas, menetapkan Hari Jadi Kota Kuala Kapuas pada tanggal 21 Maret 1806 berdasarkan atas berdirinya Betang Sei Pasah pada tahun 1806.


ALAT MUSIK

Seni musik yang dikenal di daerah ini antara lain:
Idiophone
  • Berbagai jenis Gong
  • Kangkanung


Membranophone
  • Berbagai jenis Kendang (Gandang)
  • Katambung

Chordophone
  • Kecapi 
  • Rebab




MAKANAN KHAS KALTENG
 - juhu singkah / umbut rotan













- wadi
 
-kalumpe/ karuang


- tumis kalakai
- pais haruan, pais saluang
- sambal kandas
- dawen jawau batutuk
- tuak (minuman)

PAKAIAN ADAT
Laki-laki memakai celana penutup bernama sangkarut

Perempuan menggunakan baju berupa rompi unisex tanpa hiasan apapun. Rompi sederhana ini dalam bahasa Ngaju disebut sangkarut. Celananya adalah cawat yang ketika dikenakan bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang yang disebut ewah. Busana itu berwarna coklat muda (warna asli kayu), tak diberi hiasan, tak pula diwarnai sehingga kesannya sangat alamiah.

Akan tetapi naluri berdandan, yang konon telah bangkit pada hati setiap manusia sejak ribuan tahun silam, mengusik hasrat masyarakat Dayak Ngaju untuk "mempercantik" penampilan. Maka baju kulit kayu sederhana itu pun lalu dilengkapi dengan aksesori ikat kepala (salutup hatue untuk kaum lelaki dan salutup bawi untuk para perempuan), giwang (suwang), kalung, gelang, rajah (tatoo) pada bagian-bagian tubuh tertentu, yang bahannya juga dipungut dari alam sekitar. Biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang dirangkai menjadi kalung, gelang terbuat dari tulang binatang buruan, giwang dari kayu keras, dan berbagai aksesori lainnya yang berasal dari limbah keseharian mereka. Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu kemudian memancarkan esensi keindahan karena imbuhan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap busana.
 


RUMAH ADAT
 Rumah adat Kalimantan Tengah adalah Huma Betang. Yaitu rumah panjang yang bisa dihuni oleh sekitar 100 kepala keluarga. Sebuah bangunan lose, tanpa sekat permanen antara keluarga satu dengan yang lain. Namun para masyarakat dayak tetap bisa hidup rukun dengan saling bertoleransi satu  sama lain. Sehingga dari sinilah muncul selogan Bulat Pakat Tuntang Baadat.





AGAMA ASLI = Kaharingan
KITAB/BUKU = Panaturan

SENJATA         =

  • Mandau, terbuat dari besi sanaman mantikei 
  • Talawang, semacam tameng untuk melindungi diri dari serangan musuh. Terbuat dari kayu yang diukir bercorakkan motip khas Kal-Teng atau manusia jadi-jadian. 
  • Tombak
  • Sipet/ sumpit, senjata dari bambu berbentuk panjang yang diujungnya diberi anak panah yang ujungnya beracun, digunakan dengan cara ditiup. 


KERAJINAN KHAS 
  • Benang Bintik (batik)
  • Getah nyatu

HEWAN ENDEMIK
  • Burung Tingang
  • Burung Haruwei
  • Orang Utan 
  •  




UPACARA ADAT

  • Wadian
  • Upacara Tiwah (upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
  • Wara (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
  • Balian (upacara atau prosesi pengobatan)
  • Potong Pantan (upacara peresmian atau penyambutan tamu kehormatan)
  • Mapalas (upacara membuang sial atau membersihkan diri dari malapetaka)
  • Ijambe (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal) 
SENI VOCAL
  • Karungut
  • Kandan
  • Mansana
  • Kalalai Lalai
  • Ngendau
  • Natum
  • Dodoi
  • Marung
TARIAN
  • Tari Hugo dan Huda
  • Tari Manggetem (berpanen)
  • Tari Pesisir
  • Tari Pedalaman
  • Tari Putri Malawen
  • Tari Tuntung Tulus dari Barito Timur
  • Tari Giring-giring
  • Tari Manasai
  • Tari Balian Bawo
  • Tari Balian Dadas (tari gelang khas Dayak)
  • Manganjan 

KALIMANTAN TENGAH 

Berkas:Locator kalteng final.png
Kalimantan Tengah adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km² dan berpenduduk sekitar 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan. (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Peletakan batu pertama adalah pada tanggal 17 Juli 1957. Namun setiap tanggal 23 Mei diperingati sebagai HUT Isen Mulang/ hari jadi. Provinsi ini mempunyai 13 kabupaten dan 1 kotamadya.
No.Kabupaten/KotaIbu kota
1Kabupaten Barito SelatanBuntok
2Kabupaten Barito TimurTamiang Layang
3Kabupaten Barito UtaraMuara Teweh
4Kabupaten Gunung MasKuala Kurun
5Kabupaten KapuasKuala Kapuas
6Kabupaten KatinganKasongan
7Kabupaten Kotawaringin BaratPangkalan Bun
8Kabupaten Kotawaringin TimurSampit
9Kabupaten LamandauNanga Bulik
10Kabupaten Murung RayaPuruk Cahu
11Kabupaten Pulang PisauPulang Pisau
12Kabupaten SukamaraSukamara
13Kabupaten SeruyanKuala Pembuang
14Kota Palangka Raya
Unsur MUSPIDA sekarang adalah 
  • Gubernur : Agustin Teras Narang, S.H.
  • Wakil Gubernur : Ir. H. Achmad Diran
  • Sekretaris Daerah : DR. Siun Jarias, S.H, M.H.
  • Ketua DPRD : R. Atu Narang
  • Kapolda : Brigjend. Pol. Drs. Bachtiar Hasanudin Tambunan, SH 



sumber :
klik disini
klik disini 
klik disini 
kilik disini





Tidak ada komentar:

Posting Komentar