Ini adalah tanah kelahiranku.
Tempat yang orang kira tertinggal, tempat yang orang bilang hutan
belantara, tempat yang orang bilang penuh dengan hal mistis. Bahkan
banyak yang takut kalau aku bilang dari Kalimantan. Nggak kok, tempat
kami juga sudah berkembang seperti tempat kalian. Tapi aku bangga kok,
berarti Kalimantan terkenal dong. Yang kata kalian banyak hutannya,
banyak hasil alamnya, dan masih asri. Emang ada benernya, tapi jangan
juga yah dibilang kalau yang dari Kalimantan itu norang utan :D
Aku tinggal di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Kapuas merupakan kabupaten pertama di Kal-Teng. Kabupaten
Kapuas dengan ibukotanya Kuala Kapuas adalah satu satu kabupaten otonom
eks daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam
wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan. Suku Dayak Ngaju merupakan
penduduk asli Kabupaten Kapuas. Suku ini terdiri dari dua sup suku: Suku
Oloh Kapuas – Kahayan dan Oloh Otdanum.
Menurut
penuturan Pusaka “Tetek Tatum” nenek moyang suku Dayak Ngaju pada
mulanya bermukim disekitar pegunungan Schwazener di sentra Kalimantan
(Alang 1981). Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju
bermukim menyebar di sepanjang tepi Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan.
Pada
abad ke-16 dalam naskah Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga Empu
Prapanca dari Majapahit pada tahun 1365 M, menyebutkan adanya
pemukiman. Kemudian dalam naskah hikayat Banjar, berita Tionghoa pada
masa Dinasti Ming (1368-1644) dan piagam-piagam perjanjian antara Sultan
Banjarmasin dengan pemerintah Belanda pada babat ke-19 memuat berita
adanya pemukiman sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan yang disebut
pemukiman Lewu Juking = daratan yang menjorok ke laut.
Lewu
Juking merupakan sebuah pemukiman berumah panjang yang terletak di
muara Sungai Kapuas Murung (bagian barat delta Pulau Petak yang bermuara
ke Laut Jawa) sekitar 10 km dari arah pesisir laut Jawa yang dipimpin
oleh kepala suku bernama Raden Labih. Penduduk Lewu Juking dan
penduduk sekitarnya sering diserang oleh rombongan bajak laut. Para suku
Dayak memiliki ilmu untuk merubah wujud menjadi "Kapang" yaitu hewan
yang menggerogoti kayu kayu kapal para bajak laut itu. Walaupun beberapa
kali rombongan bajak laut dapat dipukul mundur oleh penduduk Lewu
Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kurang aman tinggal di
daerah tersebut, sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat
tinggal mencari tempat yang jauh lebih aman dari gangguan bajak laut.
Akibat
perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah
Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung bermunculan pemukiman-pemukiman
baru, seperti di tepi Sungai Kapuas Murung muncul pemukiman Palingkau
yang dipimpin oleh Dambung Tuan, pemukiman Sungai Handiwung dipimpin
oleh Dambung Dayu, pemukiman Sungai Apui (seberang Palingkau) dipimpin
oleh Raden Labih yang kemudian digantikan oleh putranya Tamanggung Ambu.
Sedangkan ditepi Sungai Kapuas terdapat pemukiman baru, seperti Sungai
Basarang dipimpin oleh Panglima Tengko, Sungai Bapalas oleh Panglima
Uyek dan Sungai Kanamit dipimpin oleh Petinggi sutil.
Penyebaran
penduduk disepanjang tepian sungai tersebut tidak dapat diperkirakan
ruang dan waktunya secara tepat. Kawasan ini pada bagian hilirnya masih
merupakan rawa pasang surut yang tidak mungkin menghasilkan
rempah-rempah sebagai komoditi perdagangan. Kawasan Kapuas-Kahayan
bersama penduduknya masih terisolasi sekian lama dari hubungan dengan
dunia luar.
Bulan
Februari 1860, dalam rangka mengawasi lalu lintas perairan di kawasan
Kapuas, pihak Belanda membangun sebuah Fort (benteng) di Ujung Murung
dekat muara Sungai Kapuas, sekitar rumah jabatan Bupati Kapuas sekarang.
Bersama dengan adanya benteng di tempat tersebut, lahirlah nama “Kuala
Kapuas” yang diambil dari sebutan penduduk setempat, yang sedianya
menyebutkan dalam Bahasa Dayak Ngaju “Tumbang Kapuas”. Seiring dengan
itu ditempatkanlah seorang pejabat Belanda sebagai Gezaghebber (pemangku
kuasa) yang dirangkap oleh komandan benteng yang bersangkutan, sehingga
kawasan Kapuas-Kahayan tidak lagi berada dibawah pengawasan pemangku
kuasa yang berkedudukan di Marabahan. Disamping itu ditunjuklah pejabat
Temanggung Nicodemus Ambu sebagai kepala distrik (districtshoofd).
Sementara
itu perkampungan diseberang, yakni di Kampung Hampatung yang menjadi
tempat kediaman kepala distrik yang pada saat itu bertempat disekitar
Sei Pasah. Konon katanya di tempat ini mereka tinggal di sebuah rumah
adat yaitu rumah Betang = rumah panjang yang ditempati oleh sekitar 100
kepala keluarga. Meskipun demikian mereka hidup rukun dan damai.
Sehingga muncul selogan "Bulat Pakat Tuntang Kaadat".
Sejak
terbentuknya Terusan Anjir Serapat Tahun 1861, berangsur-angsur berubah
dari pemukiman rumah adat betang menjadi perkampungan perumahan biasa.
Selanjutnya bertambah lagi Stasi Zending di Barimba pada Tahun 1968,
disusul munculnya perkampungan orang Cina diantara Kampung Hampatung dan
Barimba, serta terbentuknya perkampungan dengan nama Kampung Mambulau
disekitar Kampung Hampatung.
ALAT MUSIK
Seni musik yang dikenal di daerah ini antara lain:
Idiophone
- Berbagai jenis Gong
- Kangkanung
- Berbagai jenis Kendang (Gandang)
- Katambung
- Kecapi
- Rebab
MAKANAN KHAS KALTENG
- juhu singkah / umbut rotan
- wadi
-kalumpe/ karuang
- tumis kalakai
- pais haruan, pais saluang
- sambal kandas
- dawen jawau batutuk
- tuak (minuman)
PAKAIAN ADAT
Laki-laki memakai celana penutup bernama sangkarut
Perempuan menggunakan baju berupa rompi unisex tanpa hiasan apapun. Rompi sederhana ini dalam bahasa Ngaju disebut sangkarut. Celananya adalah cawat yang ketika dikenakan bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang yang disebut ewah. Busana itu berwarna coklat muda (warna asli kayu), tak diberi hiasan, tak pula diwarnai sehingga kesannya sangat alamiah.
Akan tetapi naluri berdandan, yang konon telah bangkit pada hati setiap manusia sejak ribuan tahun silam, mengusik hasrat masyarakat Dayak Ngaju untuk "mempercantik" penampilan. Maka baju kulit kayu sederhana itu pun lalu dilengkapi dengan aksesori ikat kepala (salutup hatue untuk kaum lelaki dan salutup bawi untuk para perempuan), giwang (suwang), kalung, gelang, rajah (tatoo) pada bagian-bagian tubuh tertentu, yang bahannya juga dipungut dari alam sekitar. Biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang dirangkai menjadi kalung, gelang terbuat dari tulang binatang buruan, giwang dari kayu keras, dan berbagai aksesori lainnya yang berasal dari limbah keseharian mereka. Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu kemudian memancarkan esensi keindahan karena imbuhan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap busana.
RUMAH ADAT
Rumah adat Kalimantan Tengah adalah Huma Betang. Yaitu rumah panjang yang bisa dihuni oleh sekitar 100 kepala keluarga. Sebuah bangunan lose, tanpa sekat permanen antara keluarga satu dengan yang lain. Namun para masyarakat dayak tetap bisa hidup rukun dengan saling bertoleransi satu sama lain. Sehingga dari sinilah muncul selogan Bulat Pakat Tuntang Baadat.
AGAMA ASLI = Kaharingan
KITAB/BUKU = Panaturan
SENJATA =
- Mandau, terbuat dari besi sanaman mantikei
- Talawang, semacam tameng untuk melindungi diri dari serangan musuh. Terbuat dari kayu yang diukir bercorakkan motip khas Kal-Teng atau manusia jadi-jadian.
- Tombak
- Sipet/ sumpit, senjata dari bambu berbentuk panjang yang diujungnya diberi anak panah yang ujungnya beracun, digunakan dengan cara ditiup.
KERAJINAN KHAS
- Benang Bintik (batik)
- Getah nyatu
- Burung Tingang
- Burung Haruwei
- Orang Utan
-
UPACARA ADAT
- Wadian
- Upacara Tiwah (upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
- Wara (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
- Balian (upacara atau prosesi pengobatan)
- Potong Pantan (upacara peresmian atau penyambutan tamu kehormatan)
- Mapalas (upacara membuang sial atau membersihkan diri dari malapetaka)
- Ijambe (upacara pemindahan tulang belulang keluarga yang telah meninggal)
- Karungut
- Kandan
- Mansana
- Kalalai Lalai
- Ngendau
- Natum
- Dodoi
- Marung
- Tari Hugo dan Huda
- Tari Manggetem (berpanen)
- Tari Pesisir
- Tari Pedalaman
- Tari Putri Malawen
- Tari Tuntung Tulus dari Barito Timur
- Tari Giring-giring
- Tari Manasai
- Tari Balian Bawo
- Tari Balian Dadas (tari gelang khas Dayak)
- Manganjan
KALIMANTAN TENGAH
Kalimantan Tengah adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya.
Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km² dan berpenduduk sekitar
2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721
perempuan. (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Peletakan batu pertama adalah pada tanggal 17 Juli 1957. Namun setiap
tanggal 23 Mei diperingati sebagai HUT Isen Mulang/ hari jadi. Provinsi
ini mempunyai 13 kabupaten dan 1 kotamadya.
No. | Kabupaten/Kota | Ibu kota |
---|---|---|
1 | Kabupaten Barito Selatan | Buntok |
2 | Kabupaten Barito Timur | Tamiang Layang |
3 | Kabupaten Barito Utara | Muara Teweh |
4 | Kabupaten Gunung Mas | Kuala Kurun |
5 | Kabupaten Kapuas | Kuala Kapuas |
6 | Kabupaten Katingan | Kasongan |
7 | Kabupaten Kotawaringin Barat | Pangkalan Bun |
8 | Kabupaten Kotawaringin Timur | Sampit |
9 | Kabupaten Lamandau | Nanga Bulik |
10 | Kabupaten Murung Raya | Puruk Cahu |
11 | Kabupaten Pulang Pisau | Pulang Pisau |
12 | Kabupaten Sukamara | Sukamara |
13 | Kabupaten Seruyan | Kuala Pembuang |
14 | Kota Palangka Raya |
- Gubernur : Agustin Teras Narang, S.H.
- Wakil Gubernur : Ir. H. Achmad Diran
- Sekretaris Daerah : DR. Siun Jarias, S.H, M.H.
- Ketua DPRD : R. Atu Narang
- Kapolda : Brigjend. Pol. Drs. Bachtiar Hasanudin Tambunan, SH
sumber :
klik disini
klik disini
klik disini
kilik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar